Ini kisah nyata. Benar-benar terjadi di atas muka bumi. Telah ditulis
dengan tinta emas oleh banyak sejarahwan dalam buku-buku mereka.
Sebuah kisah nyata tentang lelaki-lelaki sejati di masa Umar bin Khattab ra.
Dimasa Kekhalifahan Umar bin Khattab, ada seorang pemuda yang
mengarungi padang pasir untuk menunaikan umrah di Tanah Suci. Pemuda
itu tiba di sebuah oasis di pinggir sebuah permukiman penduduk. Ia
berhenti dan istirahat. Karena kelelahan pemuda itu tertidur.
Ketika pemuda itu tidur , tali pengikat untanya lepas. Dan unta itu,
tanpa sepengetahuan pemuda berjalan mencari makan, karena kelaparan.
Unta itu masuk kesebuah kebun yang suburtak jauh dari tempat itu.
Penjaga kebun itu adalah seorang kakek. Unta itu tak ayal lagi. Karena
kelaparan, memakan dan merusak tanaman kebun itu.
Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Tapi sang unta itu tidak mau
beranjak dari tempatnya. Karena panik dan takut dimarahi tuannya,
sang kakek memukul unta itu.Dan atas kehendak Allah, unta itu mati.
Sang kakek semakin panik dan cemas, apalagi pemuda pemilik unta itu
terbangun dan mendapati untanya telah mati.
Karena tidak ada orang lain selain kakek itu di dekat bangkai unta,
pemuda itu berprasangka bahwa kakek tua itulah yang membunuh untanya.
Dan kaket itu mengakuinya setelah sang pemuda mengintrogasinya.
Seketika itu sang pemuda marah besar dan gelap mata. Ia memukul kakek
itu dengan pemukul yang digunakan untuk memukuli untanya. Dan kakek itu tewas.
Pemuda itu sangat panik dan menyesal ketika mengetahui kekhilafannya.
Ia tidak berniat membunuh kakek itu, hanya marah besar.Tiba-tiba
datanglah dua pemuda yang tak lain anak sikakek . Mereka terkejut
melihat ayahnya mati dan ditempat itu hanya ada sipemuda. Akhirnya
tahulah kedua anak kakek itu,bahwa ayahnya dibunuh oleh sipemuda itu.
Mereka lalu menangkap si pemuda dan menyeretnya kehadapan Umar bin
Khattab untuk diadili.
Sang pemuda mengakui perbuatannya dan Umar pun menjatuhi hukuman mati
( Qishash) untuk pemuda itu. Namun, sang pemuda minta penangguhan
eksekusi hukuman, karena ia harus memberi tahu keluarganya dan
menyelesaikan utangnya yang belum tuntas dikampungnya. Umar pun
bersedia mengabulkan permintaaan pemuda itu dengan syarat ada yang
bersedia menjadi penjamin pemuda itu.
Pemuda itu cemas dan bingung. Siapa yang mau jadi penjaminnya?ia tidak
punya kenalan dan kerabat didaerah itu. Bagaimana mungkin akan ada
orang yang bersedia mempertaruhkan nyawanya untuk menjadi penjaminnya.
Tiba-tiba ada orang lelaki maju dan berkata kepada Umar, " Wahai
Amirul Mu'minin, saya bersedia menjamin pemuda ini." Umar kaget, Ia
menatap tajam lelaki itu yang tak lain adalah Abu Dzar Al Ghiffari ra.
Umar berkata dengan nada serius, " Abu Dzar, sadarkah kamu dengan
resiko kesediaan mu menjadi penjamin pemuda ini?"
Dengan tegas Abu Dzar menjawab,' Ya saya sadar. Saya siap menanggung resikonya."
Umar lalu berkata kepada pemuda itu," Hai anak muda kau telah memiliki
penjamin. Sekarang Pulanglah. Selesaikan urusanmu dan segera
kembalilah kesini untuk mempertanggung jawabkan perbuatanmu."
Pada hari yang telah ditentukan, masyarakat sudah berkumpul di lokasi
pelaksanaan eksekusi hukuman Qishash, Abu Dzar. Hari semakin panas,
siang semakin terik, dan pemuda itu belum juga ada tanda-tand datang.
Ketika hari memasuki sore, dan pemuda itu belum juga datang.,
Masyarakat riuh membicarakan kebodohan Abu Dzar yang bersedia menjadi
penjamin orang asing yang tidak dikenal. Masyarakat juga cemas, jika
sampai matahari tenggelam dan pemuda itu belum juga datang, maka Abu
Dzar harus menggantikan pemuda itu untuk dipancung.
Namun, Abu Dzar tetap tenang. Dengan rasa tawakal yang tinggi kepada
Allah ia menunggu detik2 matahari semakin dekat keperaduannya. Dan
matahari tenggelam, pemuda itu belum datang. Maka eksekusi harus
dijalankan. Dengan tenang Abu Dzar maju ketempat eksekusi. Algojo
disiapkan. Banyak yang menangis melihata Abu Dzar siap dihukum mati
untuk dosa yang tidak dilakukannya.
Dan, ketika algojo sudah mengangkat tangannya dengan pedang terhunus
siap ditebaskan ke leher Abu Dzar, seorang penduduk berteriak. Ia
melihat di kejahuan ada bayangan dan kepulan debu. Ada yang datang.
Ia meminta ditunggu sebentar sampai jelas siapa yang datang. Semua
menoleh kebayangan itu termasuk Umar bin Khatab ra. Umar minta agar
yang datang ditunggu dulu.
Bayangan itu semakin dekat. Dan ternyata yang datang adalah pemuda itu
untuk memenuhi tanggung jawabnya. Semua orang berdecak takjub dan
haru. Bisa saja pemuda itumelarikan diri dari hukuman mati. Tapi ia
tetap datang. Dengan napas terengah-engah pemuda itu minta maaf atas
keterlambatannya karena ada halangan dijalan. Karena kagum pada
kejujuran pemuda itu, Umar bertanya," Wahai pemuda, aku kagum padamu.
Kenapa engkau memilih datang padahal kau bisa saja lari dari hukuman mati?'
Pemuda itu menjawab,: Wahai amirul Mu'min, alasanya sederhana saja.
AKu tidak mau ada yang mengatakan bahwa tidak ada lagi lelaki-lelaki
sejati dikalangan umat muslim yang dengan ksatria berani
mempertanggung jawabkan perbuatannya. Ia juga bagaimana mungkin saya
tega membiarkan orang lain tidak bersalah yang rela menjadi
penjaminku mati karena perbuatanku."
Lalu umar menoleh kepada Abu Dzar dan bertanya,"Dan kamu Abu Dzar, apa
yang membuatmu yakin untuk menjadi penjamin pemuda asing ini dan kamu
siap menggantikan dirinya untuk dihukum mati jika dia tidak datang?"
Abu Dzar menjawab," aku melakukan ini agar tidak ada yang mengatakan
bahwa tidak ada lelaki sejati dikalangan umat islam yang bersedia
menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan. AKu tidak merasa
rugi di hadapan Allah. Kalau pemuda itu tidak datang dan aku harus
mati menggantikannya, kematianku syahid di jalan Allah, karena aku
memang tidak bersalah."
Umar bin Khatab ra diliputi rasa kagum dan haru. Dia lalu memutuskan
untuk segera mengeksekusi pemuda itu sebelum waktu salat mahgrib
habis. Tiba-tiba ada yang berteriak" Tunggu wahai amirul mu'min,
bolehkan kami minta agar pemuda ini dibebskan dari hukuman mati?!
yang berteriak itu adalah dua pemuda anak kakek yang tebunuh itu.
Umar menjawab," Apa yang membuat kalian minta pembatalan hukuman ini?"
Mereka menjawab," sungguh kami kagum dengan dua lelaki sejati ini
izinkan kami memafkan pemuda yang saleh yang jujur ini. kami tidak
ingin ada yang mengatakan bahwa dikalangan umat islam tiada lelaki
sejati yang memaafkan kesalahan. Bukankah Al'quran membolehkan bagi
ahli waris untuk memberi maaf dan membatalkan Qishash pada seorang
yang melakukan pembunuhan? kami rasa pemuda saleh ini pantas untuk kami
maafkan."
Seketika gemuruh takbir dan tahmid berkumandang. Seluruh masyarakat
yang menyaksikan peristiwa itu takjub dengan mata berkaca-kaca.
Mereka terharu menyaksikan tingginya ahlak dalam jiwa lelaki-lelaki
sejati yang berjiwa ksatria itu.
Setiap kali teringat kisah nyata ini, saya sering bertanya-tanya masih
adakah lelaki-lelaki sejati berjiwa ksatria di negeri ini? Semoga
masih ada, sebab sejarah menulis bahwa besar adalah bangsa yang
dihuni oleh lelaki-lelaki sejati bukan para pecundang dan pengecut.
Besarnya suatu bangsa tidak dilihat dari jumlah penduduknya tapi
dilihat dari jumlah manusia-manusia berjiwa ksatria dan berahlak
mulia. Manusia-manusia berkarakter dan berjiwa besar. Semoga mereka
masih ada di indonesia. AMin
dengan tinta emas oleh banyak sejarahwan dalam buku-buku mereka.
Sebuah kisah nyata tentang lelaki-lelaki sejati di masa Umar bin Khattab ra.
Dimasa Kekhalifahan Umar bin Khattab, ada seorang pemuda yang
mengarungi padang pasir untuk menunaikan umrah di Tanah Suci. Pemuda
itu tiba di sebuah oasis di pinggir sebuah permukiman penduduk. Ia
berhenti dan istirahat. Karena kelelahan pemuda itu tertidur.
Ketika pemuda itu tidur , tali pengikat untanya lepas. Dan unta itu,
tanpa sepengetahuan pemuda berjalan mencari makan, karena kelaparan.
Unta itu masuk kesebuah kebun yang suburtak jauh dari tempat itu.
Penjaga kebun itu adalah seorang kakek. Unta itu tak ayal lagi. Karena
kelaparan, memakan dan merusak tanaman kebun itu.
Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Tapi sang unta itu tidak mau
beranjak dari tempatnya. Karena panik dan takut dimarahi tuannya,
sang kakek memukul unta itu.Dan atas kehendak Allah, unta itu mati.
Sang kakek semakin panik dan cemas, apalagi pemuda pemilik unta itu
terbangun dan mendapati untanya telah mati.
Karena tidak ada orang lain selain kakek itu di dekat bangkai unta,
pemuda itu berprasangka bahwa kakek tua itulah yang membunuh untanya.
Dan kaket itu mengakuinya setelah sang pemuda mengintrogasinya.
Seketika itu sang pemuda marah besar dan gelap mata. Ia memukul kakek
itu dengan pemukul yang digunakan untuk memukuli untanya. Dan kakek itu tewas.
Pemuda itu sangat panik dan menyesal ketika mengetahui kekhilafannya.
Ia tidak berniat membunuh kakek itu, hanya marah besar.Tiba-tiba
datanglah dua pemuda yang tak lain anak sikakek . Mereka terkejut
melihat ayahnya mati dan ditempat itu hanya ada sipemuda. Akhirnya
tahulah kedua anak kakek itu,bahwa ayahnya dibunuh oleh sipemuda itu.
Mereka lalu menangkap si pemuda dan menyeretnya kehadapan Umar bin
Khattab untuk diadili.
Sang pemuda mengakui perbuatannya dan Umar pun menjatuhi hukuman mati
( Qishash) untuk pemuda itu. Namun, sang pemuda minta penangguhan
eksekusi hukuman, karena ia harus memberi tahu keluarganya dan
menyelesaikan utangnya yang belum tuntas dikampungnya. Umar pun
bersedia mengabulkan permintaaan pemuda itu dengan syarat ada yang
bersedia menjadi penjamin pemuda itu.
Pemuda itu cemas dan bingung. Siapa yang mau jadi penjaminnya?ia tidak
punya kenalan dan kerabat didaerah itu. Bagaimana mungkin akan ada
orang yang bersedia mempertaruhkan nyawanya untuk menjadi penjaminnya.
Tiba-tiba ada orang lelaki maju dan berkata kepada Umar, " Wahai
Amirul Mu'minin, saya bersedia menjamin pemuda ini." Umar kaget, Ia
menatap tajam lelaki itu yang tak lain adalah Abu Dzar Al Ghiffari ra.
Umar berkata dengan nada serius, " Abu Dzar, sadarkah kamu dengan
resiko kesediaan mu menjadi penjamin pemuda ini?"
Dengan tegas Abu Dzar menjawab,' Ya saya sadar. Saya siap menanggung resikonya."
Umar lalu berkata kepada pemuda itu," Hai anak muda kau telah memiliki
penjamin. Sekarang Pulanglah. Selesaikan urusanmu dan segera
kembalilah kesini untuk mempertanggung jawabkan perbuatanmu."
Pada hari yang telah ditentukan, masyarakat sudah berkumpul di lokasi
pelaksanaan eksekusi hukuman Qishash, Abu Dzar. Hari semakin panas,
siang semakin terik, dan pemuda itu belum juga ada tanda-tand datang.
Ketika hari memasuki sore, dan pemuda itu belum juga datang.,
Masyarakat riuh membicarakan kebodohan Abu Dzar yang bersedia menjadi
penjamin orang asing yang tidak dikenal. Masyarakat juga cemas, jika
sampai matahari tenggelam dan pemuda itu belum juga datang, maka Abu
Dzar harus menggantikan pemuda itu untuk dipancung.
Namun, Abu Dzar tetap tenang. Dengan rasa tawakal yang tinggi kepada
Allah ia menunggu detik2 matahari semakin dekat keperaduannya. Dan
matahari tenggelam, pemuda itu belum datang. Maka eksekusi harus
dijalankan. Dengan tenang Abu Dzar maju ketempat eksekusi. Algojo
disiapkan. Banyak yang menangis melihata Abu Dzar siap dihukum mati
untuk dosa yang tidak dilakukannya.
Dan, ketika algojo sudah mengangkat tangannya dengan pedang terhunus
siap ditebaskan ke leher Abu Dzar, seorang penduduk berteriak. Ia
melihat di kejahuan ada bayangan dan kepulan debu. Ada yang datang.
Ia meminta ditunggu sebentar sampai jelas siapa yang datang. Semua
menoleh kebayangan itu termasuk Umar bin Khatab ra. Umar minta agar
yang datang ditunggu dulu.
Bayangan itu semakin dekat. Dan ternyata yang datang adalah pemuda itu
untuk memenuhi tanggung jawabnya. Semua orang berdecak takjub dan
haru. Bisa saja pemuda itumelarikan diri dari hukuman mati. Tapi ia
tetap datang. Dengan napas terengah-engah pemuda itu minta maaf atas
keterlambatannya karena ada halangan dijalan. Karena kagum pada
kejujuran pemuda itu, Umar bertanya," Wahai pemuda, aku kagum padamu.
Kenapa engkau memilih datang padahal kau bisa saja lari dari hukuman mati?'
Pemuda itu menjawab,: Wahai amirul Mu'min, alasanya sederhana saja.
AKu tidak mau ada yang mengatakan bahwa tidak ada lagi lelaki-lelaki
sejati dikalangan umat muslim yang dengan ksatria berani
mempertanggung jawabkan perbuatannya. Ia juga bagaimana mungkin saya
tega membiarkan orang lain tidak bersalah yang rela menjadi
penjaminku mati karena perbuatanku."
Lalu umar menoleh kepada Abu Dzar dan bertanya,"Dan kamu Abu Dzar, apa
yang membuatmu yakin untuk menjadi penjamin pemuda asing ini dan kamu
siap menggantikan dirinya untuk dihukum mati jika dia tidak datang?"
Abu Dzar menjawab," aku melakukan ini agar tidak ada yang mengatakan
bahwa tidak ada lelaki sejati dikalangan umat islam yang bersedia
menolong saudaranya yang membutuhkan pertolongan. AKu tidak merasa
rugi di hadapan Allah. Kalau pemuda itu tidak datang dan aku harus
mati menggantikannya, kematianku syahid di jalan Allah, karena aku
memang tidak bersalah."
Umar bin Khatab ra diliputi rasa kagum dan haru. Dia lalu memutuskan
untuk segera mengeksekusi pemuda itu sebelum waktu salat mahgrib
habis. Tiba-tiba ada yang berteriak" Tunggu wahai amirul mu'min,
bolehkan kami minta agar pemuda ini dibebskan dari hukuman mati?!
yang berteriak itu adalah dua pemuda anak kakek yang tebunuh itu.
Umar menjawab," Apa yang membuat kalian minta pembatalan hukuman ini?"
Mereka menjawab," sungguh kami kagum dengan dua lelaki sejati ini
izinkan kami memafkan pemuda yang saleh yang jujur ini. kami tidak
ingin ada yang mengatakan bahwa dikalangan umat islam tiada lelaki
sejati yang memaafkan kesalahan. Bukankah Al'quran membolehkan bagi
ahli waris untuk memberi maaf dan membatalkan Qishash pada seorang
yang melakukan pembunuhan? kami rasa pemuda saleh ini pantas untuk kami
maafkan."
Seketika gemuruh takbir dan tahmid berkumandang. Seluruh masyarakat
yang menyaksikan peristiwa itu takjub dengan mata berkaca-kaca.
Mereka terharu menyaksikan tingginya ahlak dalam jiwa lelaki-lelaki
sejati yang berjiwa ksatria itu.
Setiap kali teringat kisah nyata ini, saya sering bertanya-tanya masih
adakah lelaki-lelaki sejati berjiwa ksatria di negeri ini? Semoga
masih ada, sebab sejarah menulis bahwa besar adalah bangsa yang
dihuni oleh lelaki-lelaki sejati bukan para pecundang dan pengecut.
Besarnya suatu bangsa tidak dilihat dari jumlah penduduknya tapi
dilihat dari jumlah manusia-manusia berjiwa ksatria dan berahlak
mulia. Manusia-manusia berkarakter dan berjiwa besar. Semoga mereka
masih ada di indonesia. AMin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar